Saturday, September 5, 2015

Catatan Perjalanan 4 Negara (Bag. III): Mendadak Kaya di Vietnam

Perjalanan Sebelumnya:
Catatan Perjalanan 4 Negara (Bag. II): Mengejar Matahari di Angkor Wat, Kamboja


Ho Chi Minh City dari sungai Saigon.

Apa aja sih yang kalian pikirkan jika mendengar kata Vietnam?
Sebagian dari kalian mungkin mengatakan Vietnam adalah salah satu negara ASEAN. Ya, benar sekali! Tapi kalau saya sendiri membayangkan Vietnam itu....

"Sungai Mekong!"
"Nguyen!"
"Uang Dong?"
"Motor!"

OK, semua di atas adalah kata-kata yang berhubungan erat dengan Vietnam. Di bawah ini saya akan menjelaskannya satu per satu secara singkat dan jelas.

1. Sungai Mekong?
Kedengarannya seperti lekong (uuupss!). Sungai Mekong adalah sungai terpanjang ke-12 di dunia. Bisa dibayangkan panjangnya jika melihat sungai ini melewati beberapa negara Indocina seperti Cina, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan terakhir bermuara di Vietnam.

2. Nguyen? 
Ini satu kata yang paling saya sering temui selama di Vietnam. Ini adalah nama keluarga yang paling sering digunakan oleh masyarakat Vietnam. Selain itu nama ini juga digunakan sebagai nama jalan di Ho Chi Minh City. Jadi, hati-hatilah dalam penyebutan kata 'Nguyen' saat disana ya!

3. Uang Dong?
A: "Minta uang dong!"
B: "Gak punya dong." 
A: "Adanya berapa dong?" 
B: "Dibilangin gak ada dong."

Bingung? Saya juga begitu saat pertama kali mendengarnya. Jadi, 'Dong' adalah nama mata uang negara Vietnam (VND). Kita bisa berbangga hati karena nilai tukar Rupiah lebih tinggi daripada Dong.

1 Dong = 0,5 Rupiah.
10.000 Dong = 5.000 Rupiah. 

Keliatannya lebih murah kan? Padahal sama aja harganya seperti di Indonesia. Jadi jangan kaget kalau melihat harga makanan bisa sampai 80.000 Dong. Sekilas kalian mikir "Gila, mahal banget cuma makan gini doang ampe habis 80.000.". Selalu diingat bahwa harga tersebut harus dibagi 2 lagi kalau mau tahu kisarannya dalam Rupiah. Tapi beberapa tahun terakhir ini, nilai Dong jadi menguat dibanding Rupiah. Nilai tukarnya sekarang sudah naik menjadi 0,63 (per 1 Sept 2015)

4. Sepeda Motor?
Ini hal yang bikin saya takjub selama disini. Vietnam dikenal sebagai salah satu negara pengonsumsi sepeda motor terbesar di ASEAN selain Indonesia dan Thailand. Jumlahnya berbanding terbalik dengan kendaraan roda empat. Andai kata kalian berada di pinggir jalan, kalian bisa melihat jalan raya lebih banyak didominasi oleh sepeda motor. Selain itu tidak sedikit juga pengemudi yang melanggar lalu lintas dan tanpa perlengkapan berkendara seperti helm. Melihat padatnya sepeda motor berlalu lalang di jalan, saran saya, kalian harus SANGAT BERHATI-HATI jika menyeberang, sebagian orang-orang disini juga punya sikap tidak mau mengalah dan terburu-buru.

Cukup sampai disitu penjelasan sekilas mengenai Vietnam. Saya akan melanjutkan ke cerita perjalanan saya.


Hari ke-12
Ho Chi Minh City, Vietnam
(24 Januri 2015)
Sebelum masuk ke negaranya,
kami harus berurusan dengan imigrasi dulu.
       Lelah, belum mandi, dan gadget low-batt. Itulah hal-hal yang bikin saya merasa kepikiran selama di perjalanan. Bayangkan saja saya menghabiskan waktu selama kurang lebih 18 jam di dalam bus. Saya merasa sedikit lega saat bus kami berhenti di kantor imigrasi di perbatasan Kamboja - Vietnam. Rasanya kami akan segera sampai jika sudah masuk ke daerah perbatasan. Saya juga senang akhirnya saya melihat kembali tulisan alfabet A B C D E F G H setelah sekian lama di 2 negara sebelumnya menggunakan aksara yang meliuk-liuk. Meskipun alfabet, saya juga tetap tidak mengerti bahasanya sich.

       Yang namanya imigrasi pasti selalu identik dengan antrian yang panjang. Lagi-lagi saya harus bersabar menunggu panggilan petugas setempat. Untunglah kernet bus kami ikut membantu dengan mengumpulkan beberapa paspor dari kami bersama penumpang lainnya kepada salah satu petugas yang berjaga, cara ini sedikit lebih tertolong tentunya. Belum beres sampai disitu, kami harus menaiki bus lagi kira-kira berapa ratus meter ke depan untuk mendapat cap izin masuk ke negara Vietnam, setelah itu beres sudah.

       Saya selalu memperhatikan titik biru yang terus bergerak di GPS Map handphone saya untuk melihat sudah sejauh mana kami berjalan. Ternyata untuk sampai ke kota Ho Chi Minh, kami harus berjalan sejauh 250 km atau kurang lebih 5 jam lagi. Rileks dan tarik nafas, saya mencoba untuk tenang dan menikmati setiap pemandangan di luar jendela. Sesekali saya tertidur agar begitu bangun saya sudah sampai di tempat tujuan.

Akhirnya kami sudah masuk ke kota Ho Chi Minh. Yeay!
       
       Sekitar jam 5 sore kami tiba di kota Ho Chi Minh, tepatnya di sebuah taman umum di jalan Pham Ngu Lao, pusat kota Ho Chi Minh. Disinilah langkah pertama kami dimulai di negara Vietnam. Suasana kota saat itu sangat ramai, maklum saja sore hari di hari sabtu para masyarakat setempat menikmati akhir pekan mereka dengan bersantai di taman kota. Beberapa dari mereka ada yang sedang berolahraga, asyik bercengkerama satu sama lain, dan ada juga yang hanya sesekali melewati taman seperti kami. Sebelum menikmati jalanan kota, kami bergegas mencari hotel terdekat yang lagi-lagi tidak bisa kami pesan karena alasan kartu kredit. Akhirnya kami bisa menginap sebuah penginapan di gang kecil yang bernama Beauty Guest House selama 3 hari 3 malam.

185/14 Pham Ngu Lao, District 1, Ho Chi Minh City, Vietnam
Harga: $8 - $27 (Rp 112.000 - Rp 378.000)
Nilai: 8/10
Ulasan:
(+) Kamarnya cukup nyaman dan bersih, berada di tengah kota yang dekat dengan pusat perbelanjaan dan restoran, wifi yang cepat, staff yang ramah dan siap membantu, fasilitas laundry, dan tersedia sarapan pagi.
(-) Hotelnya terdiri dari 5 lantai dan dihubungkan dengan tangga, sedikit capek kalau dapat kamar yang murah ada di lantai teratas.

       Kami menginap bertiga tanpa Hiroki karena ia menginap di hotel lain bersama teman-teman Jepangnya. Agenda pertama setelah membersihkan diri adalah menemui teman-teman Jepang Hiroki, ada ibu Hiroko dan Takumi. Mereka berdua juga teman kami yang sama-sama belajar di UGM. Kemudian ada satu orang lagi, Ibu Lee. Beliau adalah orang Vietnam yang juga pernah belajar di UGM, saya juga baru kenal beliau disini. Keberadaan beliau membuat kami cukup tertolong karena beliau sempat merekomendasikan tempat-tempat wisata yang harus dikunjungi selama di kota Ho Chi Minh. 

       Kota Ho Chi Minh adalah kota terbesar di Vietnam. Sebelum perang Vietnam berakhir di tahun 1975, kota ini sempat bernama Saigon sampai akhirnya ditunjuklah nama mantan pemimpin negara komunis Vietnam paska perang dunia ke-2, Ho Chi Minh (1945 - 1969), yang namanya menggantikan nama Saigon. Meskipun nama internasionalnya adalah Ho Chi Minh, masih banyak masyarakat Vietnam yang menggunakan nama Saigon sampai saat ini (sumber: Wikipedia). 
Makan malam pertama saya di Vietnam

       Malamnya kami pergi makan bersama di salah satu restoran yang cukup terkenal di jalan Nguyen Trai (maaf, saya lupa lagi namanya apa hehehe). Di restoran ini kami masing-masing menghabiskan uang sebanyak 117.000 Dong (eiits, jangan langsung kaget dulu sama harganya, kan belum dibagi 2). Setelah makan kami sempat bermain-main ke hotel tempat Hiroki menginap sambil mendiskusikan perjalanan besok. Mulai malam ini, kami harus berpisah dengan Hiroki untuk perjalanan selanjutnya sehingga menyisakan kami bertiga saja.

Hari ke-13
Ho Chi Minh City, Vietnam 
(25 Januri 2015)

#16 Ben Thanh Market
Alamat: 122 Lê Lợi, Bến Thành, 1, Hồ Chí Minh City, Vietnam
Waktu Operasional: Setiap hari (05.00 - 18.00)

#17 Saigon Zoo & Botanical Garden
Alamat: 02 Nguyễn Bỉnh Khiêm, Bến Nghé, Hồ Chí Minh City, Vietnam
Waktu Operasional: Setiap hari (07.00 - 20.00)
Harga Tiket: 50.000 Dong

#18 Museum of Vietnamese History
Alamat: Nguyễn Bỉnh Khiêm, Bến Nghé, Hồ Chí Minh City, Vietnam
Waktu Operasional: Selasa - Minggu (08.00 - 11.30 & 13.30 - 17.00)
Harga Tiket: 15.000 Dong 
#19 War Remnants Museum
Alamat: 28 Võ Văn Tần, phường 6, Quận 3, Hồ Chí Minh, Vietnam
Waktu Operasional: Setiap hari (07.30 - 12.00 & 13.30 - 17.00)
Harga Tiket:  15.000 Dong

Taman Pham Ngu Lao
       Apa yang harus kami lakukan di pagi pertama di Ho Chi Minh? Tentu saja berjalan-jalan keliling kota. Naik apa? Kali ini kami hanya bermodalkan jalan kaki saja. Bukan berarti di Vietnam tidak ada transportasi publik lho, masih ada bus kota, taksi, ojek, bahkan bisa menyewa sepeda motor dengan harga 100.000 Dong untuk 1 hari. Kami juga tidak menyewanya karena satu dan lain hal yang membuat kami bertanya pada diri kami masing-masing.
"emangnya ada sim internasional? emangnya tau jalan?". Ya benar juga sih.
       Destinasi pertama kami adalah mencari sarapan di De Tham St, dekat dengan penginapan kami. Selain makan, saya juga sempat menukarkan sisa uang kemarin di salah satu money changer disini. Setelah keluar, saya mendadak jadi orang kaya Wew!. Orang kaya yang saya maksud adalah saya menerima uang dengan nilai berkali-kali lipat. Saya menukarkan uang saya sekitar 1 juta rupiah dan mendapatkan hampir 2 juta Dong. Nilai yang cukup besar kalau dihitung dengan pemikiran orang Indonesia. Dengan uang tersebut saya bisa membelanjakannya di Ben Thanh Market. Ben Thanh Market adalah pasar induk terkenal yang sudah berdiri selama kurang lebih 100 tahun. Pasar ini menjual banyak cinderamata, barang pecah belah, tekstil, makanan tradisional, dan lainnya. Saya sangat merekomendasikan tempat ini untuk kalian kunjungi ketika berkunjung ke Ho Chi Minh. Saya sempat kaget begitu masuk ke pasar ini para pedagang menyambut kami dengan bahasa Melayu karena melihat teman saya Rini yang memakai jilbab yang mungkin dikira orang Malaysia. 

"Murah-murah kakak, cuba tengok ke tempat kami." kurang lebih seperti itu sepengingat saya kata-kata mereka dengan mencoba logat melayu.

       Perlu kita garis bawahi bahwa kata 'murah' yang mereka maksud bukanlah 'murah' yang kita pikirkan. Mereka tentu sudah menaikkan harga hingga berkali lipat. Waktu itu saya ditawari gantungan kunci isi 6 dengan harga 500.000 Dong. Itu benar-benar bukan harga yang masuk akal untuk barang seukuran jari telunjuk saya. Saya tawar sampai harga maksimal turun menjadi 200.000 Dong (meskipun kenyataan pahitnya saya bisa dapatkan harga yang lebih murah lagi di toko yang lain.). Sebenarnya harga-harga disini tidaklah beda jauh dengan harga di Indonesia, asalkan kalian paham dengan kisaran harga barang yang semestinya. Setelah selesai berbelanja, kami ingin mencoba melihat Saigon River lebih dekat. Menurut peta yang kami bawa, jaraknya hanya beberapa sentimeter, tapi ternyata jauh juga (yaiyalah).

Beginilah aksi pedagang tersebut
(Dokumentasi oleh Rini)
       Saat di jalan kami bertemu dengan seorang pedagang kelapa yang sedang memikul dagangannya di bahunya. Sekilas tidak ada yang aneh dengannya, sehingga kami tidak sungkan untuk bertanya arah jalan kepadanya. Dengan ramahnya, ia justru mengantarkan kami ke tempat tujuan. Alangkah baiknya pedagang ini pikir kami. Di sela-sela pembicaraan kami, ia juga menyuruh kami untuk mencoba memikul dagangannya. Lumayan juga pikir saya bisa bergaya memikul sambil dipotret (hehehe). Sejauh ini juga tidak ada yang aneh dengannya sampai akhirnya ia meraih kembali dagangannya, mulai berjongkok, dan mengeluarkan kelapanya untuk diberikan kepada kami. Kami berpikir lagi bahwa saking baiknya orang ini, ia memberikan kami secara cuma-cuma. Tapi ternyata dia memaksa kami dengan lembut untuk membeli dagangannya. Kalau tidak salah harganya sekitar 30.000 Dong (padahal di Indonesia jauh lebih murah dan bentuknya lebih besar). Tapi ya sudahlah, anggap saja itu imbalan untuknya karena sudah memberitahukan jalan kepada kami dan mengijinkan berfoto narsis sambil memikul dagangannya tadi.
    
Patung Ho Chi Minh di Historial Museum
(Dokumentasi oleh Rini)
War Remnants Museum dari luar
       Tidak ada salahnya kan mengunjungi kebun binatang di negara orang? Ya, kami ke Saigon Zoo & Botanical Garden atau Thao Cam Vien dalam bahasa lokal. Menurut peta, kebun binatang ini berbatasan langsung dengan sungai Saigon. Kami memasukinya dengan membayar masing-masing 50.000 Dong. Tapi ternyata sungai yang kami cari tidak bisa dilihat dari dekat karena ada tembok dan pagar kawat yang membatasinya. Tidak hanya sampai disitu, di dalam kebun binatang ini juga terdapat Museum of Vietnamese History. Dengan tiket seharga hanya 15.000 Dong, kami bisa mendapatkan banyak informasi mengenai perjalanan sejarah rakyat Vietnam dari masa pra sejarah hingga Dinasti Nguyen (1802 - 1945). Sebenarnya masih ada tempat wisata terdekat yang bisa kami kunjungi. Salah satunya adalah War Remnants Museum, museum yang mendokumentasikan catatan kondisi Vietnam ketika diinvasi oleh Amerika, tapi museum ini terlanjur ditutup karena sudah lewat dari jam 5 sore. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan pulang menuju penginapan kami. 

Bitexco Financial Tower atau Saigon Sky Deck.
Gedung tertinggi di kota ini dengan tinggi 68 lantai (252,5 m).
Tiket masuk ke Sky Deck (49 F) adalah 200.000 Dong

   Malamnya, saya dan Rini (minus Sandy) berjalan keliling kota untuk merasakan kehidupan malamnya. Ho Chi Minh menyimpan banyak hal menarik di setiap sudutnya, sayang rasanya jika dilewatkan begitu saja. Kami tetap penasaran ingin melihat kembali sungai Saigon sekali lagi. Menurut berbagai sumber di internet, di sungai Saigon ini kami bisa menikmati makan malam di atas restoran kapal sambil melihat gemerlapnya lanskap kota di malam hari. Kapalnya pun ada banyak macamnya, kita bisa naik dan masuk ke restoran yang mana saja selama sebelum jam 8 malam. Kenapa? Karena ketika jam 8 malam tiba, setiap kapalnya akan pergi berlayar selama satu jam di atas sungai Saigon. Kedengarannya menarik sih, tapi kami berpikir bahwa ada uang ada kualitas ada kenyamanan, makanan yang dihidangkan mungkin tidak cocok dengan budget kami. Pada akhirnya kami mengurungkan niat ini.

Salah satu restoran kapal yang sedang berlabuh

Jenis restoran kapal yang lain.

Hari ke-14
Ho Chi Minh City, Vietnam 
(26 Januri 2015)

#20 Mekong Tour
Alamat: Mekong River Delta (selatan Ho Chi Minh)
Waktu Operasional: -
Harga Tiket: 140.000 Dong

#21 Saigon Dinner Cruise
Alamat: Saigon River (sebelah timur Saigon Sky Deck)
Waktu Operasional: 18.00 - 22.00
Harga Tiket: tergantung dari jenis makanan yang dipesan


        Masih ingat dengan Sungai Mekong? Ya, kali ini kami bertiga akan ikut dalam sebuah tur wisata sehari menuju Sungai Mekong. Di sepanjang jalan Pham Ngu Lao banyak sekali agen travel lokal yang menawarkan paket wisata menuju beberapa destinasi di Vietnam. Paket tur yang kami ambil mengajak kami untuk melihat secara dekat delta sungai Mekong. Tiket yang dikeluarkan hanya 140.000 Dong (it's worth it guys!) dengan fasilitas transportasi bus sewaan, tiket naik kapal, dan makan siang. Perjalanan kami dari kota menuju lokasi adalah sekitar 2 jam.


Suasana kapal penumpang yang mengantarkan kami
mengarungi sungai Mekong
Coconut Candy-nya siap dijual
       Pertama, kami tiba di sebuah pelabuhan kecil yang bernama My Tho Tourist Boat Station (Provinsi Tien Giang, Vietnam bagian selatan). Dari sini kami diajak untuk naik ke kapal penumpang dengan kapasitas kurang lebih 20 orang untuk sekali jalannya. Sepanjang perjalanan kami melewati beberapa pulau di tengah sungai seperti, Dragon Island, Turtoise Island, Phoenix Island, dan yang paling luas Thoi Son Island. (unik ya nama-nama pulaunya). Kemudian kapal kami merapat di restoran Dinh Thi Ngoc Phuong (Pas banget perut lagi kelaparan dapat makan gratis juga). Setelah perut terisi, kami mengunjungi pusat pembuatan permen kelapa, Que Dua Coconut Candy. Pemandu kami menjelaskan tentang proses pembuatan permen ini dalam bahasa Inggris dengan logat Asianya yang kental. Iseng-iseng saya tertarik untuk mencoba membeli permen ini. Satu bungkusnya berisi 20 permen. Rasa permennya seperti permen susu m*lkita tapi dicampur dengan banyak varian rasa seperti kopi, coklat, susu, durian, dan sebagainya. Sayangnya karena waktu yang terbatas, pemandu kami sudah mengajak kami berjalan kaki ke sebuah tempat peristirahatan yang tak jauh dari situ. Beberapa wanita setempat dengan memakai pakaian tradisional Vietnam menyambut kami dengan senangnya. Sempat kami menyaksikan mereka unjuk kebolehan menyanyi lagu tradisional Vietnam sambil menikmati jamuan buah-buahan segar. 
River cruise!
       Setelah itu inilah bagian yang paling seru di perjalanan ini, yaitu menyusuri anak sungai Mekong dengan perahu sampan. Setiap perahunya dibatasi maksimal 6 orang saja termasuk 2 orang warga lokal yang siap mendayung sampannya. Seorang pasangan bapak ibu tua yang terus tersenyum menyambut kami naik perahu meskipun dari raut wajahnya terlihat sedang kelelahan. Hanya sepatah duapatah kalimat yang bisa ia tanyakan kepada kami, yaitu tentang asal negara kami. Tidak sampai 10 menit, kami sudah bermuara di sungai Mekong. Disana pemandu kami memanggil untuk segera naik ke kapal untuk persiapan pulang. Saya cukup puas dengan perjalanan singkat di sungai Mekong ini.

Makan malam yang kami pesan dengan harga 585.000 Dong
       Malamnya, kami tidak apa agenda jalan-jalan lain selain menghabiskan waktu di pinggir sungai Saigon. Dengan uang yang masih tersisa cukup banyak, kami tetap akan mencoba untuk bisa Dinner Cruise di restoran kapal yang saya ceritakan di hari sebelumnya. Setelah kami pikir-pikir lagi, sayang sekali jika melewatkan momen jarang seperti ini di malam terakhir di Vietnam. Tanpa banyak pikir kami memasuki salah satu kapal dan memilih tempat di tingkat teratas. Saat jam 8 tiba, sirene kapal dibunyikan pertanda bahwa kapal akan segera berangkat. Rasa antusias saya meningkat ketika kapal mulai semakin menjauh dari bibir dermaga. Pesona malam yang ditampilkan dari Ho Chi Minh dengan kelap kelip lampunya yang begitu indah. Selama satu jam kapal ini mengajak kami berputar mengelilingi sungai. Tidak sedikit juga foto-foto yang telah saya abadikan di kamera handphone.

Hari ke-15
Ho Chi Minh City, Vietnam 
(27 Januri 2015)

#22 Saigon Notre Dame Basilica
Alamat: Bến Nghé, tp. Hồ Chí Minh, Ho Chi Minh, Vietnam
Waktu Operasional: 05.30 - 17.00
Harga Tiket: -
#23 Saigon Central Post Office
Alamat: 2 Công xã Paris, Bến Nghé, tp. Hồ Chí Minh, Vietnam
Waktu Operasional: Setiap hari (08.00 - 17.00)
Harga Tiket: -

Saigon Notre-Dame Basilica
       Pesawat kami dijadwalkan akan berangkat pukul 14.30 siang. Daripada itu, kami masih mempunyai banyak waktu sebelum itu untuk berjalan-jalan. Saya dan Rini hanya mengunjungi dua tempat terkenal yaitu Saigon Notre-Dame Basilica yang merupakan katedral peninggalan kolonial Perancis yang dibangun sekitar abad ke-19 terakhir. Katedral ini tampak cantik karena bahan bangunannya yang terbuat dari bata merah. Di depan katedralnya berdiri sebuah patung replika Bunda Maria yang konon katanya pernah menimbulkan kontrovesi yaitu menangisnya sang bunda Maria pada Oktober 2005. Tidak banyak informasi yang saya dapatkan disini selain hanya berfoto-foto (lumayanlah untuk profile picture sosial media hahaha).

Saigon Central Post Office
       
Di dalam kantor posnya
       Di sebelah katedral ini ada juga salah satu bangunan tertua peninggalan Perancis lainnya, yaitu Saigon Central Post Office. Bangunan ini masih mempertahankan interior yang masih kental dengan gaya eropanya yang bisa kami lihat ketika kami mulai memasuki. Kantor pos ini dibangun oleh Gustav Eiffel, perancang Menara Eiffel di Paris. Tampak tidak sedikit turis yang mendatangi tempat ini, baik mengirim pos ataupun sekedar berfoto-foto saja. Di tengah bangunan ini ada kios penjualan segala sesuatu yang berhubungan dengan pos, seperti kartu posnya, perangko, dan lain-lain. Soal harga, saya rekomendasikan untuk membelinya disini karena harganya lebih murah daripada di Ben Thanh Market. Bahkan ada juga kartu pos yang bisa didapatkan secara cuma-cuma. Selain itu, disini kalian juga bisa membeli oleh-oleh serupa yang harganya juga tak beda jauh. 

       Setelah itu kami bergegas balik ke penginapan dan siap-siap pulang menuju bandara Tan Son Nhat International Airport untuk terbang ke negara selanjutnya, Singapore. 

Bersambung ke Bagian IV
Catatan Perjalanan 4 Negara: Satu Malam Bersama Merlion di Singapore

No comments: